ARTIKEL MEMAAFKAN


PENDIDIKAN KARAKTER (Membangun Sifat Pemaaf)
PADA DIRI  SISWA DI SEKOLAH

oleh : Maria*

A B S T R A K
Arti maaf secara umum adalah kita bisa mengartikan memaafkan sebagai mengampuni kesalahan, tidak mendendam, memberi remisi, atau pembebasan. (menurut Nasrul Azwar, dalam bukunya yang bejudul  Felix Lengkong. Juga dinyatakan dalam Al-Qur’an bahwa pemaaf adalah sifat mulia yang terpuji. "Tetapi barang siapa bersabar dan memaafkan, sungguhyang demikian itu termasuk perbuatan yang mulia." (Qur'an 42:43). Dalam ayat lain Allah berfirman: "...dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak suka bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang." (QS. An Nuur, 24:22). Perihal penting yang perlu kita garisbawahi bahwa orang yang wajib kita tauladani atas sifat pemaaf yang paling tinggi adalah tauladan hidup kita yaitu Nabi Muhamad SAW. Beliau telah memiliki sifat Hilm yaitu sifat sabar diatas sabar.
Kata kunci  : Pemaaf, dan Pendendam.

A.  PENDAHULUAN

1.  Latar Belakang Masalah
Dewasa ini dunia pendidikan di negara kita semakin mendapatkan tantangan, berbagai usaha pembaharuan dibidang pendidikan telah dilakukan sebagai uapaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan, misalnya kurikulum yang mengalami penyempurnaan dan beberapa metode dan media pembalajaran mengalami pembaharuan yang dinamis. Hal tersebut bertujuan untuk membentuk individu – individu yang berkualitas, kreatif dan memiliki keimanan serta kepribadian yang matang guna menghadapi perkembangan dan kemajuan jaman.
Guru memiliki peranan penting dalam pembentukan kepribadian siswa, selain mengajar untuk menyampaikan materi pelajaran, guru juga harus dapat mengintegrasikan nilai – nilai yang bermuatan moral dan spiritual kepada anak didik. Melalui berbagai model dan cara harus dilakukan oleh seluruh guru bidang studi, agar menghasilkan anak didik yang cerdas secara intelaktual dan sekaligus berkepribadian yang matang (berkarakter)
Pendidikan karakter di sekolah dapat dilakukan dengan berbagai cara, baik didalam kelas amupun diluar kelas, seperti melalui penugasan dirumah, melalui lembar kerja yang disusun oleh guru, motivasi sebelum pelajaran dimulai, membuat program kultum di luar kelas setiap hari jum’at atau bentuk kegiatan yang lainnya. Dan yang menjadi pembahasan dalam penelitian ini adalah pendidikan karakter terutama mengenai sifat pemaaf. Pembahasan tentang sifat pemaaf yang harus ditanamkan pada diri anak melalui pembelajaran di sekolah sangat jelas juga diurakan didalam buku yang berjudul  Character Building for Kids, by John Wiley & Sons”.
Berdasarkan uraian dan analisis yang telah di paparkan dalam buku tersebut, maka dapat diambil sebuah kesimpulan tentang sifat pemaaf adalah : Bagaiamana seseorang dapat mengampuni atau memberikan remisi dan melupakan sesuatu peristiwa yang tidak enak yang telah dialami dengan tidak menyimpan dendam.
2.  Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana implementasi pembentukan karakter (sifat pemaaf) pada diri siswa SMA Negeri 2 Kota Serang dan Apakah sifat pemaaf tersebut telah tertanam dalam diri siswa - siswi SMA Negeri 2 Kota Serang.
3.  Definisi Istialah
Beberapa istilah yang ditemukan dalam penelitian ini adalah :
a.      Arti maaf secara umum adalah kita bisa mengartikan memaafkan sebagai mengampuni kesalahan, tidak mendendam, memberi remisi, atau pembebasan. (menurut Nasrul Azwar, dalam bukunya yang bejudul  Felix Lengkong)
b.  Pendendam : Sifat untuk selalu membalas atau sifat untuk tidak pernah mengampuni
4.  Penelitian terdahulu
Ketika seseorang memiliki sifat pemaaf, maka orang tersebut cenderung akan lebih sehat dan bahagia, hal ini diungkapkan dalam beberapa penelitian tentang karakter pemaaf pernah dilakukan oleh beberapa pakar ahli psikologi Amerika, diantaranya adalah seorang ahli psikologi bernama Dr. Frederic Luskin dalam bukunya, Forgive for Good [Maafkanlah demi Kebaikan], menjelaskan sifat pemaaf sebagai resep yang telah terbukti bagi kesehatan dan kebahagiaan. Sedangkan Harun Yahya dalam buku karangannya yang berjudul Sikap Memaafkan dan Manfaatnya bagi Kesehatan, menjelaskan bahwa pemahaman orang-orang beriman tentang sikap memaafkan sangatlah berbeda dari mereka yang tidak menjalani hidup sesuai ajaran Al-Qur’an. Meskipun banyak orang mungkin berkata mereka telah memaafkan seseorang yang menyakiti mereka, namun perlu waktu lama untuk membebaskan diri dari rasa benci dan marah dalam hati mereka. Sikap memaafkan orang-orang beriman adalah tulus, karena mereka tahu bahwa manusia diuji di dunia ini, dan belajar dari kesalahan mereka, mereka berlapang dada dan bersifat pengasih.
Menurut penelitian terakhir, para ilmuwan Amerika membuktikan bahwa mereka yang mampu memaafkan adalah lebih sehat baik jiwa maupun raga. Orang-orang yang diteliti menyatakan bahwa penderitaan mereka berkurang setelah memaafkan orang yang menyakiti mereka. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa orang yang belajar memaafkan merasa lebih baik, tidak hanya secara batiniyah namun juga jasmaniyah. Sebagai contoh, telah dibuktikan bahwa berdasarkan penelitian, gejala-gejala pada kejiwaan dan tubuh seperti sakit punggung akibat stress [tekanan jiwa], susah tidur dan sakit perut sangatlah berkurang pada orang-orang ini.

Para peneliti percaya bahwa pelepasan hormon stres, kebutuhan oksigen yang meningkat oleh sel-sel otot jantung, dan kekentalan yang bertambah dari keping-keping darah, yang memicu pembekuan darah menjelaskan bagaimana kemarahan meningkatkan peluang terjadinya serangan jantung. Ketika marah, detak jantung meningkat melebihi batas wajar, naiknya tekanan darah pada pembuluh nadi, dan oleh karenanya memperbesar kemungkinan terkena serangan jantung.

B.  METODOLOGI PENELITIAN

1.  Kerangka Berpikir

Allah SWT telah berfirman dalam Al-Qur’an: ”Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang – orang yang sekiranya mereka meninggalkan keturunan yang lemah dibelakang mereka yang mereka khawatirkan terhadap (kesejahteraan)nya. Oleh karena itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka bertutur kata yang benar”.

Hakekat pendidikan menurut Yulianti, harus berorientasi pada pembentukan karakter (kepribadian/jati diri) yang ada dalam cara berikir dan cara merasa seseorang. Sebagai diketahui manusia terdiri dari tiga unsur pembagun yaitu ; hatinya (bagaimana ia merasa), fikirannya (bagaimana ia berfikir), dan fisiknya (bagaimana ia bersikap). Oleh karena itu langkah – langkah untuk membentuk karakter hendaknya memenuhi beberapa kaidah berikut ini:
a.             Kaidah kebertahapan : proses pembentukan karakter harus dilakukan secara bertahap, orang tidak bisa dituntut berubah sesuai yang dianjurkan secara tiba – tiba dan instant, namuan harus dilakukan dengan penuh kesabaran dan tidak terburu – buru, orientasinya ada pada proses bukan pada hasil. Jadi proses pendidikan adalah lama namun hasilnya paten.
b.            Kaidah kesinambungan : seberapapun kecilnya porsi latihan, yang terpenting bukanlah disitu tetapi pada kesinambungannya. Proses inilah yang nantinya membentuk rasa dan warna berfikir seseorang yang lama – lama akan menjadi kebiasaan dan seterusnya akan menjadi karakter pribadi yang khas.
c.             Kaidah momentum : Penggunaan berbagai momentum peristiwa untuk fungsi pendidikan dan latihan, misalnya Rhamadhan untuk mengembangkan sifat sabar, kemauan yang kuat, kedermawanan dan sebagainya.
d.            Kaidah motivasi insting : karakter yang kuat akan terbentuk sempurna jika dorongan yang menyertainya benar – benar lahir dalam diri sendiri. Jadi proses merasakan sendiri dan melakukan sendiri. Hal ini sesuai dengan kaidah umum bahwa mencoba sesuatu akan berbeda hasilnya antara yang dilakukan sendiri dengan yang hanya dilihat/didengarkan saja. Pendidikan harus menanamkan motivasi dan keinginan yang kuat serta melibatkan aksi fisik yang nyata.
e.             Kaidah pembimbingan : pembentukan karakter ini tidak bisa dilakukan tanpa seorang guru/pembimbing. Kedudukan seorang guru/pembimbing adalah untuk memantau dan mengevaluasi perkembangan seseorang, yang juga berfungsi sebagai unsur perekat, tempat ”curhat” dan sarana tukarpikiran bagi murid – muridnya.

2.  Pengumpulan Data

Untuk mengetahui sifat pemaaf dan pendendam pada diri siswa-siswi SMA Negeri 2 Kota Serang, maka pada penelitian ini disusun kuesioner yang terbagi menjadi 2 (dua) bagian, yaitu bagian yang berkaitan dengan sifat pemaaf dan bagian yang berkaitan dengan sifat pendendam. Masing-masing bagian terdiri atas 6 (enam) pertanyaan. Kuesioner tersebut dijawab oleh responden untuk kemudian jawaban tersebut dianalisa dengan menggunakan teknik Random Sempling.

3.  Populasi

Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 2 Kota Serang, sehingga sebagai populasinya yaitu siswa-siswi SMA Negeri 2 Kota Serang.

4.  Responden

Responden penelitian carakter building yang berkaitan dengan sikap pemaaf dan pendendam dipilih secara acak,  yaitu 5 orang dari kelas X, 7 orang dari kelas XI IPS  dan 8 orang dari kelas XII IPS. Sehingga jumlah responden seluruhnya adalah 20 orang.


5.  Agregasi Data

Variabel Pemaaf dan Pendendam diwakili oleh beberapa pertanyaan. Untuk variabel Pemaaf dan Pendendam masing-masing diwakili oleh 6 pertanyaan.

Dalam pengolahan data lebih lanjut misalnya untuk standarisasi / prosentase digunakan rumus sebagai berikut :

                            Xij
Ri  =  --------  x 100%
                        a x q

 Dimana :
Ri      = Standarisasi responden ke i

Xij               = Jumlah jawaban responden ke-i untuk pertanyaan ke-j
a             = Nilai tertinggi jawaban responden (dalam penelitian ini nilai   
                 tertinggi adalah 1)  

q             = Banyaknya pertanyaan yang diajukan pada responden           




C.  TEMUAN PENELITIAN


1.   Sifat Pemaaf


Deskripsi data hasil penelitian diharapkan dapat memberikan gambaran umum mengenai sejauh nama Siswa-siswi SMA Negeri 2 Kota Serang memiliki sifat pemaaf dalam berinteraksi dengan lingkungan disekitarnya. Oleh karena itu siswa diharapkan menjawab setiap pertanyaan dengan jujur sesui dengan perasaan dan pikirannya masing – masing, sehingga siswa disarankan untuk tidak menuliskanidentitas responden.






a.  Tanggapan siswa terhadap pertanyaan tentang sifat pemaaf

A.    Tabel Perhitungan Perihal Sikap Pemaaf

No. Responden
M1
M2
M3
M4
M5
M6
Jml M
Standarisasi
1
1
1
1
1
1
1
6
100 %
2
1
1
1
1
0
1
5
83 %
3
0
1
0
1
0
0
2
33 %
4
1
1
1
1
0
1
5
83 %
5
1
1
1
1
1
1
6
100 %
6
0
1
1
0
0
0
2
33 %
7
1
1
1
0
1
1
5
83 %
8
1
1
0
1
1
1
5
83 %
9
1
1
1
1
1
1
6
100 %
10
1
1
1
1
1
1
6
100 %
11
1
1
1
1
0
1
5
83 %
12
1
1
1
1
1
1
6
100 %
13
0
1
0
0
0
0
1
17 %
14
1
1
1
1
1
1
6
100 %
15
1
1
1
1
1
1
6
100 %
16
1
1
1
1
1
1
6
100 %
17
0
1
1
0
1
1
4
67 %
18
0
0
0
0
1
0
1
17 %
19
1
1
1
1
1
1
6
100 %
20
1
1
0
1
1
1
5
83 %
Jumlah
15
19
15
15
14
16
94



Keterangan :

M1 s/d M6 : Banyaknya pertanyaan yang berkaitan dengan sifat pemaaf


Dari Tabel 6 di atas, diketahui sebanyak 16 orang atau 80% dari 20 responden berfikir positif bahwa kejadian tersebut terjadi secara tidak sengaja, sedangkan 4 orang atau 20% responden menegur dan memarahi orang yang menumpahkan minuman.

Dengan menggunakan skala standarisari, hasil penelitian pada 20 responden yang diberi 6 pertanyaan yang berkaitan dengan sifat pemaaf dapat dilihat bahwa 16 orang atau 80% responden memiliki sifat pemaaf. Sedangkan 4 orang atau 20% responden masih mengedepankan emosional. (pada lampiran Tabel A sifat pemaaf).
2.  Sifat Pendendam

a.  Tanggapan siswa terhadap pertanyaan tentang sifat

Hasil jawaban siswa  terhadap kuesioner yang di bagikan, diharapkan mampu memberikan gambaran bagaimana  sifat pendendam yang ada pada siswa – siswi SMA Negeri 2 Kota serang. Oleh karena itu kuesioner yang dibagikan dijawab dengan tidak mencantumkan identitas responden. Dengan begitu mereka akan menjawab secara jujur sesuai dengan karakter atau perasaan yang ada.


B.    Tabel Perhitungan Perihal Sikap Pendendam
No. Responden
D1
D2
D3
D4
D5
D6
Jml D
Standarisasi
1
0
0
0
0
0
0
0
0 %
2
0
0
0
0
0
0
0
0 %
3
0
1
0
1
1
1
4
67 %
4
0
0
0
0
0
0
0
0 %
5
0
0
0
0
0
0
0
0 %
6
0
0
1
1
1
1
4
67 %
7
0
0
0
0
0
0
0
0 %
8
0
0
0
0
0
0
0
0 %
9
0
0
0
0
0
0
0
0 %
10
0
0
0
0
0
0
0
0 %
11
0
0
0
0
0
0
0
0 %
12
0
0
0
0
0
0
0
0 %
13
0
1
1
1
1
1
5
83 %
14
0
0
0
0
0
0
0
0 %
15
0
0
0
0
0
0
0
0 %
16
0
0
0
0
0
0
0
0 %
17
0
0
0
0
0
0
0
0 %
18
0
1
0
1
1
1
4
67 %
19
0
0
0
0
0
0
0
0 %
20
0
0
0
0
0
0
0
0 %
Jumlah
0
3
2
4
4
4
17



      Keterangan :

       D1 s/d D6 : Banyaknya pertanyaan yang berkaitan dengan sifat pendendam
 
Dari Tabel 12 di atas, diketahui sebanyak 16 orang atau 80% responden bertekad untuk meningkatkan kualitas diri agar orang lain tidak mentertawakan dan memperolok-oloknya, sedangkan 4 orang atau 20% responden membenci orang yang memperolok-olok tersebut.

Dengan menggunakan skala standarisari, hasil penelitian pada 20 responden yang diberi 6 pertanyaan yang berkaitan dengan sifat pendendam dapat dilihat bahwa 16 orang atau 80% responden memiliki sifat tidak pendendam. Sedangkan 4 orang atau 20% responden masih memiliki sifat pendendam. (pada lampiran Tabel B sifat pendendam).

Dari hasil penelitian ini ternyata sifat pemaaf dan pendendam memiliki hubungan yang logis. Bila seseorang memiliki sifat pemaaf maka orang tersebut cenderung kurang memiliki sifat pendendam, tetapi bila seseorang sulit memaafkan orang lain dan mengedepankan emosi negatif maka orang tersebut cenderung memiliki sifat pendendam. Hal ini didukung dengan teori dari Fauziah Sari yang berjudul Memaafkan atau Membalas Secukupnya, yang menyatakan bahwa dalam menghadapi situasi yang cenderung memancing emosi, manusia merasa marah tetapi mampu menahan amarahnya dan mau memaafkan, inilah yang disebut dengan pemaaf, tetapi ada juga manusia  merasa marah, mampu menahan marah tetapi tidak bisa  memaafkannya, inilah tipe manusia pendendam.


D.   PEMBAHASAN

1.  Sifat Pemaaf
Gambar
Temuan menunjukkan bahwa siswa – siswi SMA Negeri 2 Kota Serang rata – rata telah memiliki sifat pemaaf yaitu sebanyak 80 %. Hal ini mungkin karena memang sudah merupakan sifat dari pembentukan karakter oleh orang tuanya sejak kecil atau bisa juga pengaruh adanya pembinaan karakter yang dilakukan di sekolah.
Disamping itu, peneliti juga melakukan wawancara kepada 20 responden mengenai sifat pemaaf. Tanggapan para responden adalah sebagai berikut :
1.      Dari 20 responden, sebanyak 16 responden menyatakan keikhlasan   untuk memaafkan orang lain, dengan alasan :
a.   Memaafkan merupakan prilaku atau sikap yang mulia.
b.   Memaafkan merupakan salah satu upaya untuk mempertahankan hubungan kebaikan dengan orang lain.
c.   Allah SWT sebahai pencipta senantiasa memaafkan hamba-hambanya, jadi hal yang aneh bila hamba Allah tidak pernah memaafkan orang lain.

2.      Sebanyak 4 responden atau 20% menyatakan belum sepenuhnya dapat memaafkan orang lain, dengan alasan :
a. Setiap individu memiliki harga diri, dan orang lain harus menghormati diri kita.
b. Untuk apa memberi maaf pada orang yang tidak berbuat baik pada kita

Berbagai ide dan gagasan mengenai hal - hal yang dapat dilakukan oleh guru di sekolah untuk membentuk sifat pemaaf pada diri siswa dapat dilakukan melaui keteladanan guru, motivasi didalam kelas pada saat pembelajaran berlangsung, atau melalui penugasan – penugasan khusus yang harus dilakukan diluar kelas/sekolah. Upaya tersebut dilakukan untuk membentuk karakter pada diri siswa, dimana pembentukan karakter pada diri seseorang harus dibentuk sejak dini, baik di rumah maupun di sekolah. Jika anak hanya dibekali dengan pengetahuan koqnitif saja tanpa diimbangi dengan pembentukan sikap yang baik, maka akan dapat melahirkan generasi – generasi yang memiliki intelektual yang tinggi tetapi tidak bermoral/berakhlak. (John Wiley  dan Sons).
Ungkapan menurut Jonh Wiley dan Sons tersebut  telah diimplementasikan di SMA Negeri 2 Kota Serang, khususnya pada mata pelajaran geografi yaitu melalui keteladanan guru dikelas. Ketika proses pembelajaran berlangsung, guru sering menghadapi siswa – siswi di kelas yang selalu berprilaku tidak menyenangkan seperti: siswa yang senang berceloteh pada saat guru menjelaskan, siswa yang sering terlambat dalam mengumpulkan tugas, bahkan ada sebagian siswa yang masih berada di kantin pada saat jam pelajaran sudah dimulai. Situasi tersebut sangat memancing kemarahan kita, tetapi kita harus dapat bersikap bijak dan dapat menahan amarah serta memberikan arahan dengan kata – kata yang baik sehingga dapat dimengerti oleh siswa, dan yang terpenting adalah siswa tidak akan mengulangi perbuatanya kembali, bahkan mereka harus sportif menyampaikan kata – kata maaf baik melalui pernyataan lisan atau pernyataan tertulis yang ditandatangani oleh orang tuanya.
Kegiatan Belajar


Selain melalui ketauladanan seperti contoh di atas, kita juga dapat membentuk sifat pemaaf pada saat proses belajar mengajar di kelas, seperti penugasan mata pelajaran geografi  untuk menyusun makalah secara kelompok yang membahas pokok bahasan “Lingkungan Hidup”. Pada saat salah satu kelompok sedang mempresentasikan topik mengenai ”pemukiman kumuh”, dan memaparkan berbagai fenomena yang terjadi di sekitar tempat tinggalnya, kelompok lain memberikan kritikan dan pendapat yang berbeda, ketika itu ada kelompok tertentu yang mengolok – olok salah satu siswa yang tinggal dilingkungan kumuh yaitu di daerah sekitar Pasar Rau, kemudian terjadi perdebatan dan saling menyampaikan ungkapan kata yang tidak baik. Melihat kondisi tersebut, maka setelah diskusi berakhir guru memberikan arahan pada siswa agar siswa yang telibat dalam perdebatan tersebut tidak menyimpan dendam, kemudian memiliki keinginan membalas ketika kelompok yang lain berdiskusi. Mereka disarankan untuk langsung saling bermaafan ketika itu juga.


Berbagai upaya untuk menamkan kepribadian yang baik yang salah satunya adalah membangun sifat pemaaf tersebut juga dilakukan secara rutin di SMA Negeri 2 kota Serang melalui pembiasaan tausyiah (nasehat) yang dilakukan setiap hari rabu dan jum’at pukul 07.15 – 08.00. Pada akhir tausyiah guru/pembimbing selalu membiasakan pada siswa – siswi untuk saling bersalaman dan bermaafan. Hal yang sama juga dilakukan oleh dewan guru dan seluruh staf yang ada di sekolah.

Pembiasaan tersebut diharapkan dapat menjadi karakter/kepribadian yang akan memberikan warna bagi SMA Negeri 2 Kota serang menurut pandangan masyarakat Banten  dikenal  bukan hanya sebagai sekolah umum yang mendidik itelektual saja tetapi juga melahirkan individu – individu yang berakhlak mulia. Harapan lebih jauh lagi dapat memberi warna pada daerahnya yaitu Propinsi Banten yang akan dikenal bagi daerah yang lainnya.

Bahkan pada tahun ajaran 2009/2010  kedepan, sesuai dengan misi dan visi sekolah yaitu ”Menjadikan Sekolah Unggul yang Berbasis Religius”, SMA Negeri 2 Kota Serang berdasarkan kurikulum Sekolah Rintisan Katagori Mandiri, mencantumkan matapelajaran pembentukan karakter pada susunan kurikulum sekolah dengan alokasi waktu 2 jam pelajaran per pekan. Hal tersebut diharapkan akan lebih berpengaruh terhadap pembentukan kepribadian siswa yang intelektual dan berakhlak mulia, yang salah satunya adalah memiliki sifat pemaaf seluruhnya.

Beberapa ayat Al-Qur’an juga mengajarkan manusia tentang sifat pemaaf yang merupakan salah satu sifat mulia, diantaranya adalah:
Jadilah pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta jangan pedulikan orang-orang yang bodoh”. (QS. Al-Qur’an, 7:199)
Dalam ayat lain Allah berfirman: "...dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak suka bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang." (QS. An Nuur, 24:22)
Mereka yang tidak mengikuti ajaran mulia Al-Qur'an akan merasa sulit memaafkan orang lain. Sebab, mereka mudah marah terhadap kesalahan apa pun yang diperbuat. Padahal, Allah telah menganjurkan orang beriman bahwa memaafkan adalah lebih baik:
... dan jika kamu maafkan dan kamu santuni serta ampuni (mereka), maka sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.  (QS. At Taghaabun, 64:14)
Juga dinyatakan dalam Al-Qur’an bahwa pemaaf adalah sifat mulia yang terpuji. "Tetapi barang siapa bersabar dan memaafkan, sungguh yang demikian itu termasuk perbuatan yang mulia." (Qur'an 42:43)
 Berlandaskan hal tersebut, kaum beriman adalah orang-orang yang bersifat memaafkan, pengasih dan berlapang dada, sebagaimana dinyatakan dalam Al-Qur’an, "...menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain." (QS. Ali ‘Imraan, 3:134)
Memaafkan adalah ungkapan yang mudah untuk diucapkan, namun tidak sesederhana ketika diaplikasikan. Ketika seseorang telah atau akan dicelakai, maka yang tertanam biasanya perasaan dendam dan ingin membalas. Perasaan seperti itu adalah wajar dalam diri orang biasa. Namun sikap memaafkan hanya ada pada diri orang yang luar biasa.

Dalam menghadapi situasi yang cenderung memancing emosi, manusia dapat digolongkan dalam tiga tipe yaitu :
-   Pertama, orang yang tidak merasa marah padahal penyebabnya ada.
-   Kedua, orang yang merasa marah tetapi mampu menahan amarahnya dan mau memaafkan
-  Ketiga, mereka yang merasa marah, mampu menahan marah tetapi tidak bisa  memaafkannya.

Dari ketiga katagori ini tentu saja golongan pertama yang lebih utama. Mereka disebut telah memiliki hilm sifat sabar yang sangat besar. Sabar di atas sabar. Sifat ini telah dimiliki Rasulullah S.A.W, dan telah dibuktikan dalam berbagai peristiwa. Sebagai contoh dituliskan dalam sebuah buku karangan Fauziah Sari yang berjudul Memaafkan atau Membalas Secukupnya. Suatu hari ’Aisyah yang tengah duduk santai bersama suaminya, Rasululluh S.A.W, dikagetkan oleh seorang Yahudi yang minta izin masuk ke rumahnya dengan ucapan assamu’alaikum (kecelakaan bagimu) sebagai ganti ucapan assalaamu’alaikum kepada Rasulullah. Kemudian Rasulullah menjawab dengan ”Wa’alaikumsaam” (celaka juga bagimu). Tidak lama kemudian datang lagi Yahudi yang lain dengan perbuatan yang sama. Ia masuk dan mengucapkan assamu’alaikum. Jelas sekali bahwa mereka datang dengan sengaja untuk mengganggu ketenangan Rasulullah.”

Menyaksikan pola tingkah mereka ’Aisyah gemas dan berteriak : ”Kalianlah yang celaka!” Rasulullah tidak menyukai Reaksi keras istrinya. Beliau menegur, ” Hai ’Aisyah, jangan kau ucapkan sesuatu yang keji, seandainya Allah menampakkan gambaran keji secara nyata, niscaya ia akan berbentuk suatu yang paling buruk dan jahat. Berlemah lembut atas semua yang terjadi akan menghias dan memperindah perbuatan itu, dan atas segala sesuatu yang bakal terjadi akan menambah keindahannya. Kenapa engkau harus marah dan berang ?”

”Ya Rasulullah, apakah engkau tidak mendengar apa yang mereka ucapkan secara keji sebagai pengganti dari ucapan salam ?” ”Ya, aku telah mendengarnya. Akupun telah menjawabnya Wa’alaikumsaam itu sudah cukup.”

Manusia agung, Muhammad S.A.W ini lagi – lagi memberikan pelajaran yang sangat berharga kapada istrinya, yang tentu saja berlaku pula bagi segenap kaum muslimin. Batapa beliu telah menunjukkan suatu kepribadian yang amat matang dan sangat dewasa dalam menghadapi berbagai keadaan. Begitu kokoh pertahanan dirinya, sehingga tidak mudah terpancing amarahnya. Suatu pengendalian emosi yang luar biasa.
Sebuah buku karangan Harun Yahya yang berjudul Sikap Memaafkan dan Manfaatnya bagi Kesehatan, di jelaskan bahwa Pemahaman orang-orang beriman tentang sikap memaafkan sangatlah berbeda dari mereka yang tidak menjalani hidup sesuai ajaran Al-Qur’an. Meskipun banyak orang mungkin berkata mereka telah memaafkan seseorang yang menyakiti mereka, namun perlu waktu lama untuk membebaskan diri dari rasa benci dan marah dalam hati mereka. Sikap mereka cenderung menampakkan rasa marah itu. Di lain pihak, sikap memaafkan orang-orang beriman adalah tulus. Karena mereka tahu bahwa manusia diuji di dunia ini, dan belajar dari kesalahan mereka, mereka berlapang dada dan bersifat pengasih. Lebih dari itu, orang-orang beriman juga mampu memaafkan walau sebenarnya mereka benar dan orang lain salah. Ketika memaafkan, mereka tidak membedakan antara kesalahan besar dan kecil. Seseorang dapat saja sangat menyakiti mereka tanpa sengaja. Akan tetapi, orang-orang beriman tahu bahwa segala sesuatu terjadi menurut kehendak Allah, dan berjalan sesuai takdir tertentu, dan karena itu, mereka berserah diri dengan peristiwa ini, tidak pernah terbelenggu oleh amarah.
Dr. Frederic Luskin Dalam bukunya, Forgive for Good [Maafkanlah demi Kebaikan], menjelaskan sifat pemaaf sebagai resep yang telah terbukti bagi kesehatan dan kebahagiaan. Buku tersebut memaparkan bagaimana sifat pemaaf memicu terciptanya keadaan baik dalam pikiran seperti harapan, kesabaran dan percaya diri dengan mengurangi kemarahan, penderitaan, lemah semangat dan stres. Menurut Dr. Luskin, kemarahan yang dipelihara menyebabkan dampak ragawi yang dapat teramati pada diri seseorang. Dia melanjutkan dengan mengatakan bahwa, permasalahan tentang kemarahan jangka panjang atau yang tak berkesudahan adalah kita telah melihatnya menyetel ulang sistem pengatur suhu di dalam tubuh. Ketika Anda terbiasa dengan kemarahan tingkat rendah sepanjang waktu, Anda tidak menyadari seperti apa normal itu. Hal tersebut menyebabkan semacam aliran adrenalin yang membuat orang terbiasa. Hal itu membakar tubuh dan menjadikannya sulit berpikir jernih ( memperburuk keadaan).
Sebuah tulisan berjudul "Forgiveness" [Memaafkan], yang diterbitkan Healing Current Magazine [Majalah Penyembuhan Masa Kini] edisi bulan September-Oktober 1996, menyebutkan bahwa kemarahan terhadap seseorang atau suatu peristiwa menimbulkan emosi negatif dalam diri orang, dan merusak keseimbangan emosional bahkan kesehatan jasmani mereka. Artikel tersebut juga menyebutkan bahwa orang menyadari setelah beberapa saat bahwa kemarahan itu mengganggu mereka, dan kemudian berkeinginan memperbaiki kerusakan hubungan. Jadi, mereka mengambil langkah-langkah untuk memaafkan. Disebutkan pula bahwa, meskipun mereka tahan dengan segala hal itu, orang tidak ingin menghabiskan waktu-waktu berharga dari hidup mereka dalam kemarahan dan kegelisahan, dan lebih suka memaafkan diri mereka sendiri dan orang lain.
Meminta maaf memang bukan hal yang mudah,  kadang kita tidak menyadari bahwa tindakan kita telah menyakiti orang lain, tetapi jika budaya kita sudah mengajarkan hal yang seperti ini maka setelah melakukan suatu kesalahan, permintaan maaf seringkali dapat dengan mudah diucapkan.. Meskipun mungkin terkadang ada permintaan maaf yang dilontarkan dengan berat hati atau dengan tidak sepenuhnya rela, namun kata ‘maaf’ yang terucap tetap mencerminkan suatu penyesalan. Suatu kata yang hampir secara otomatis kita ucapkan saat kita menyadari bahwa perbuatan yang kita lakukan itu salah, atau telah menyinggung orang lain.
Menurut sebuah artikel yang dirilis Harvard Women Health Watch seperti dikutip detikhot, Jumat (20/10/2006) menyatakan memaafkan seseorang yang melukai Anda bisa membuat keadaan mental dan fisik menjadi lebih baik. Bahkan ada 5 alasan penting mengapa Anda harus saling memaafkan.
(1)    Mengurangi Stres : Penelitian menemukan dendam yang selalu disimpan secara mental dapat membuat ketegangan atau tekanan yang dapat menyebabkan stres. Otot-otot menegang, tekanan darah meningkat, dan keringat berlebihan. Apa gunanya selalu menyimpan amarah dalam hati.
(2) Kesehatan Jantung Membaik : Sebuah studi menemukan hubungan antara memaafkan seseorang yang telah berkhianat dengan perbaikan tekanan darah dan detak jantung. Semakin rendah tingkat amarah Anda pendam maka akan bertambah baik juga fungsi kerja jantung Anda.
(3)    Hubungan yang Lebih Kuat : Dengan sifat pemaaf, wanita terbukti bisa membuat hubungannya bertahan lebih lama. Studi di tahun 2004 menunjukkan wanita yang selalu memaafkan dan bermurah hati terhadap pasangannya akan lebih mudah menyelesaikan konflik.
(4)    Mengurangi Rasa Sakit : Sebuah studi  kepada orang yang mengalami penyakit punggung kronis menemukan, berlatih meditasi pengendalian amarah lebih efektif mengurangi rasa sakit dan rasa tegang dibandingkan dengan terapi kesehatan biasa.
(5)    Lebih Bahagia : Ketika Anda memaafkan seseorang, Anda akan membuat diri sendiri jadi lebih bahagia dibandingkan mereka yang Anda maafkan.

Menurut Janis Spring (1996), ada lima anggapan keliru tentang memaafkan yang mungkin membuat kita berhenti belajar melakukannya.(1) Pemaafan terjadi secara total dan sekaligus. (2) Ketika Anda memaafkan, perasaan negatif terhadap orang lain berganti menjadi perasaan positif. (3) Ketika memaafkan seseorang, Anda mengakui perasaan negatif Anda padanya adalah salah atau tak dapat dibenarkan. ( 4) Bila Anda memaafkan, Anda tidak akan mendapat imbalan apa pun. (5) Bila Anda memaafkan seseorang, Anda melupakan luka hati Anda.

2.  Sifat Pendendam

Berdasarkan temuan dari jawaban atas kuesioner yang dilakukan oleh peneliti, menunjukkan bahwa siswa –siswi SMA Negeri 2 kota Serang sedikit sekali yang memiliki sifat pendendam yaitu hanya sebanyak 2 % saja.

Selain itu peneliti juga melakukan wawancara kepada 20 responden mengenai sifat pendendam. Tanggapan para responden adalah sebagai berikut :
1.      Dari 20 responden, sebanyak 16 responden atau 80% menyatakan tidak dendam pada orang lain, dengan alasan :
a.      Dendam adalah perbuatan yang tercela.
b.      Dendam akan merugikan diri sendiri.
c.      Dendam akan merusak hubungan kekerabatan.
d.      Dendam tidak akan pernah menyelesaikan permasalahan.
e.      Dendam hanya akan menumpuk-numpuk dosa.
2.      Sebanyak 4 responden atau 20% menyatakan masih memiliki sifat dendam pada orang lain, dengan alasan :
a.      Orang yang berbuat tidak baik pada kita harus dibalas agar mereka dapat merasakan apa yang kita rasakan.
b.      Kita jangan menunjukan kelemahan diri kita, tetapi kita harus berbuat bahwa kita juga mampu seperti yang mereka lakukan.

Sebagai lawan kata dari  sifat pemaaf adalah pendendam. Seorang yang memiliki sifat pendendam biasanya akan selalu mengingat – ingat peristiwa yang terjadi ketika ia disakiti oleh orang lain, terlebih lagi jika ia merasakan ada kerugian yang timbul akibat kesalahan orang tersebut. Seolah-olah ada rasa tidak puas bila orang yang melakukan kesalahan tersebut belum merasakan kerugian yang sama.
Dendam, menurut John Monbourquette (2000) dalam How to Forgive, merupakan keadilan instinktual yang mencuat dari alam bawah sadar. Derita menghendaki derita atas nama keadilan instinktual. Akibatnya, kita terikat rantai derita, berbalut kekerasan yang tiada putus. Rantai derita mesti diputus oleh sikap memaafkan.
Madame Swetchine (penulis Rusia, 1782-1857) mengingatkan, ”Sangat jarang kita memaafkan dan sangat sering kita melupakan.”Ya, kita sering menyalahmaknakan memaafkan dengan melupakan. Kita bersadar diri dan menemukan berbagai kelemahan sendiri seperti rasa malu, kecenderungan agresif, keinginan berbalas dendam, rasa terlantar, dan keinginan untuk melupakan begitu saja. Sungguh menyakitkan karena pemeriksaan batin menyadarkan kita bahwa ternyata kita tidak jauh berbeda dari orang yang bersalah pada kita.
Keperkasaan seseorang tidak dapat di ukur dari kekuatan fisiknya. Orang yang jantan bukan mereka yang ahli bertinju, bukan mereka yang disetiap pertandingan tak terkalahkan. Menurut determinasi islam orang yang kuat adalah mereka yang dikala marah bisa menahan dirinya. Rasulullah bersabda, ”Bukan dikatakan pemberani karena seseorang cepat melupakan amarahnya. Seorang pemberani adalah mereka  yang dapat menguasai diri (nafsunya) sewaktu marah” (HR Buhari dan Muslim)
Menahan marah bukan pekerjaan mudah, menuntut perjuangan yang amat berat lagi susah, apalagi bagi mereka yang mempunyai kemampuan dan kekuasaan untuk melupakan kemarahannya. Akan tetapi justru disinilah seseorang itu dinilai, apakah layak disebut kesatria atau tidak. Seseorang kesatria adalah yang mampu menahan marahnya, akan tetapi jika kezhaliman itu sudah melampaui batas, ia mampu membalasnya, setimpal dengan perlakuan orang tersebut. Orang seperti ini akan mendapat jaminan dari Allah, berupa kecintaan yang mendalam.
Rasulullah bersabda, ”Ada tiga hal yang jika dimiliki seseorang, ia akan mendapatkan pemeliharaan dari Allah, akan dipenuhi dengan rahmat-Nya, dan Allah akan senantiasa memasukannya dalam lingkungan hamba yang mendapatkan cinta- Nya, yaitu : (1) Seseorang yang selalu bersyukur manakala mendapat nikmat dari-Nya. (2)  Seseorang yang mampu melupakan amarahnya tetapi mampu memberi maaf atas kesalahan orang. (3) Seseorang yang apabila sedang marah, dia menghentikan marahnya”. (HR Hakim).

Dalam ajaran Islam membalas itu tidak dilarang, akan tetapi memaafkan itu lebih baik. Jika benar – benar kita ingin membalas, balasan itu hendaknyatidak lebih dari yang ia terima. Berlebih – lebihan dalam pembalasan merupakan tindak kedzhaliman. Allah berfirman ” Bulan haram dengan bulan haram, dan ada sesuatu yang patut dihormati, berlaku hukum qishash. Oleh sebab itu barang siapa yang menyerang kamu, maka serang lah ia seimbang terhadap serangan kepadamu. Bertaqwalah kepada Allah dan ketahuilah, bahwa Allah bersama orang – orang yang bertaqwa.” (QS Al-Baqarah : 194).
Jadi jelaslah bahwa dalam ajaran Islam tidak melarang hambanya membalas tindak kedzaliman yang terjadi pada dirinya, asalkan balasannya setimpal dengan apa yang kita rasakan, namun yang perlu kita ingat juga bahwa Islam pun mengajarkan bahwa sikap pemaaf adalah perbuatan yang lebih mulia.

Tidak seperti agama lain yang mengajarkan bahwa, bila pipi kananmu dipukul, berikan pipi kirimu. Bila jubahmu diminta berikan bajumu. Ajaran ini justru tidak manusiawi, sebab sangat memberatkan mereka yang didzalimi. Islam mengajarkan agar seseorang bisa memberi balasan setimpal dengan apa yang telah diterimanya. Meskipun demikian, memaafkan itu jauh lebih baik

Secara psikologis (Cullough, Worthington, Rachal, 1997) mengataka, Memaafkan merupakan proses menurunnya motivasi membalas dendam dan menghindari interaksi dengan orang yang telah menyakiti sehingga cenderung mencegah seseorang berespons destruktif dan mendorongnya bertingkah laku konstruktif dalam hubungan sosialnya.


E.  KESIMPULAN DAN SARAN

1.  Kesimpulan

1.        Berdasarkan penelitian diketahui bahwa sebanyak 16 orang (80%) dari 20 responden siswa-siswi SMA Negeri 2 Kota Serang memiliki sifat pemaaf dan tidak pendendam. Sifat pemaaf dan tidak pendendam yang terbangun pada diri siswa-siswi tersebut tidak menutup kemungkinan merupakan keberhasilan dari pembinaan mental spiritual yang dilakukan oleh dewan guru SMA Negeri 2 Kota Serang diantaranya dalam bentuk pembiasaan pelafalan asmaul husna yang dilaksanakan dua hari setiap pekannya, dan setelah selesai melafalkan asmaul husna mereka diperintahkan untuk saling memaafkan diantara mereka.

2.        Masih terdapat 4 orang (20%) dari 20 responden responden siswa-siswi SMA Negeri 2 Kota Serang memiliki sifat pendendam dan sulit memaafkan orang lain. Fenomena ini merupakan tantangan bagi guru SMA Negeri 2 Kota Serang dalam upaya membangun karakter positif bagi pelajar
2.  Saran

Peran guru dan orang tua sangat diperlukan dalam upaya membangun karakter siswa-siswi di SMA Negeri 2 Kota Serang, hal ini sangat penting mengingat tugas dari seorang guru (pendidik) adalah bukan hanya menyampaikan teori-teori ilmu pengetahuan yang terdapat dalam sebuah buku, tetapi lebih dari itu seorang pendidik diharapkan dapat membentuk karakter, sifat, dan sikap (attitude) dari anak didiknya. Sifat yang di bangun oleh seorang guru diantaranya adalah sifat pemaaf, meminimalisir perasaan tidak nyaman, dan menghindari sifat pendendam. Strategi yang dilakukan oleh guru dalam membangun sifat tersebut diantaranya adalah melalui penugasan/lembar-lembar kerja dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan. Hal ini bertujuan untuk membentuk karakter positif pada anak yang pada gilirannya nanti di harapkan akan melahirkan generasi-generasi yang memiliki intelektual tinggi dan berakhlah mulia.

Betapa pentingnya setiap orang untuk dapat membangun dan memenuhi kebutuhan harga dirinya secara realistik, melalui  pengembangan segenap potensi yang dimilikinya hingga menjadi sebuah prestasi.
Orang tua dan guru memiliki tanggung jawab besar untuk dapat memenuhi kebutuhan harga diri anak (siswanya), melalui pemberian kasih sayang  yang tulus sehingga  anak dapat tumbuh dan berkembang  secara wajar dan sehat, yang didalamnya terkandung perasaan  harga diri yang stabil dan mantap. Disinilah, tampak arti penting peran orang tua dan guru sebagai fasiltator.






DAFTAR PUSTAKA


Animous, 1996 , "Forgiveness" [Memaafkan], Healing Current Magazine, Internet.

Azwar, Nasrul , 2008, Felix Lengkong, Internet.

Departemen Agama RI, 2005, Al-Qur’an, Jakarta, PT Syamil Cipta Media

 Detikhot, Jumat (20/10/2006), artikel Harvard Women Health Watch dalam Nasrul Azwar,  Internet.

Luskin, Frederic, Dr, 2009, Forgive for Good [Maafkanlah demi Kebaikan], Internet.

Monbourquette, John, 2000,  How to Forgive, dalam Nasrul Azwar, Internet.

Sari, Fauziah, 2006,  Memaafkan atau Membalas Secukupnya, Internet

Spring, Janis, 1996, dalam Nasrul Azwar,  Internet.

Swetchine,  Madame,  2009,  Permaafan Menyesatkan, dalam Nasrul Azwar
Internet. 

 Yahya, Harun, 2008, Sikap Memaafkan dan Manfaatnya bagi Kesehatan, Jakarta, Darrut-Tauhiid.
Yulianti, 2009, Hakekat Pendidikan Karakter, Internet



*Mahasiswa pasca Sarjana Jurusan Tekhnologi
  Pembelajaran Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
  Serang Banten, 2009.
  Staf Pengajar SMAN 2 Kota Serang, guru bidang
   studi Geografi.
  Griya Serag Asri blok K 10 no 5 Cipocok Jaya
   Serang.



DAFTAR RIWAYAT HIDUP



N A M A
:
MARIA, S.Pd.



N I P
:
19730403 199903 2 004



PANGKAT/GOLONGAN
:
PENATA TK I / III D



TEMPAT, TANGGAL LAHIR
:
KOTABUMI, 3 APRIL 1973



A G A M A
:
I S L A M



ALAMAT RUMAH
:
Jln. BAYANGKARA KOMPLEK GRIYA SERANG ASRI BLOK K 10 NO. 5 RT 03 RW 10 CIPOCOK JAYA SERANG,      Tlpn. 081717 0673 ; (0254) 7227270



RIWAYAT PEKERJAAN
:
1. GURU BIDANG STUDI GEOGRAFI SMP NEGERI 5 BUKIT KEMUNING LAMPUNG UTARA TAHUN 1999 - 2001





2. GURU BIDANG STUDI GEOGRAFI SMA NEGERI 2 KOTA SERANG TAHUN 2001 - SEKARANG



RIWAYAT PENDIDIKAN
:
1. S1 JURUSAN IPS GEOGRAFI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG LULUS TAHUN 1997





2. SEDANG MENEMPUH S2 PADA JURUSAN TEKNOLOGI PEMBELAJARAN FAKULTAS PENDIDIKAN UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA SERANG